Powered By Blogger

Selasa, 30 Maret 2010

BAHASA DAN DINAMIKA MASYARAKAT

A. Pendahuluan
Etnik atau ethnic groups secara umum dipahami sebagai masyarakat suku, atau masyarakat yang secara tradisi memiliki
persamaan identitas. Wujud identitas itu misalnya bahasa, tempat tinggal, pola kekerabatan, pola perkawinan, religi,
arsitektur rumah, pola tempat tinggal, dan lain-lain. Mengenai bahasa, maka makalah ini berusaha mengkaji fungsi
bahasa baik secara konseptual maupun secara praksis. Bahasa sebagai salah satu identitas, di mana bahasa bisa
menjadi identitas kolektif etnik, tetapi bahasa bisa juga menjadi identitas yang lebih luas dari etnik yaitu bangsa. Ciri yang
menonjol dari identitas bangsa Indonesia tercermin dari adanya bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. Walaupun
dalam perkembangannya secara historis bahasa Indonesia yang baru muncul pada tahun 1928 dalam peristiwa Sumpah
Pemuda kemudian mendapat beragam pengaruh kosa kata dari berbagai bahasa, akan tetapi bahasa Indonesia memiliki
akar tradisi etnik yaitu bahasa Melayu.

Fenomena ini berbeda misalnya dengan Philipina yang memiliki 2 bahasa nasional yaitu bahasa Tagalog dan bahasa
Inggris (Amerika), atau India yang bahasa nasionalnya adalah bahasa Inggris, atau Negara Aljazair yang bahasa
nasionalnya bahasa Prancis, atau Singapura yang bahasa nasionalnya bahasa Inggris dan meninggalkan bahasa nenek
moyangnya yaitu bahasa Melayu. Akar budaya kaum kolonial yang tercermin di dalam bahasanya itulah kemudian yang
menjiwai negara-negara tersebut di muka yang telah mengadopsi bahasa bekas negara penjajahnya untuk dijadikan
bahasa persatuan sebagai perekat etnik.

Bahasa Indonesia tentu saja memiliki karakter khusus karena dia berakar dari tradisi etnik lokal yang kemudian
dimodifikasi dan diadopsi menjadi bahasa persatuan yang berfungsi sebagai perekat keberagaman etnik. Bahasa
Indonesia bersifat fleksibel dan ini tampak dalam berbagai dialek misalnya bahasa Indonesia dialek Betawi, dialek
Sulawesi Selatan, dialek Palembang, dialek Papua dll, dan menurut Ferdinand de Saussure (1996: 80) hal ini adalah
aspek parole dari bahasa. Bahasa Indonesia baku (ejaan yang disempurnakan / EYD) dalam konteks Saussurian disebut
sebagai aspek langue. Langue-lah yang menjadi titik tekan kajian ilmu linguistik, langue merupakan fakta sosial yang
artinya dia menjadi milik kolektif sistem dan berada di atas fakta individu. Parole adalah fakta individu. Sosialisasi Bahasa
Indonesia baku secara massal dan berkesinambungan misalnya dilakukan oleh TVRI atau TV-TV swasta yang
menggunakan bahasa baku dalam siarannya. Untuk itu maka makalah ini akan mencoba mengkaji kasus pemanfaatan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar pada siaran televisi-televisi yang siarannya berjangkauan nasional.

B. Fungsi Bahasa
Lebih dahulu marilah kita berdiskusi tentang fungsi atau peranan. Di dalam ilmu sosial-budaya apabila mengkaji
fenomena sosial dengan perspektif fungsi maka mau tidak mau akan menyandarkan pijakan paradigma pada pendekatan
fungsionalisme. "Fungsionalisme sebagai perspektif teoritik dalam antropologi bertumpu pada analogi dengan
organisme/makhluk hidup. Artinya, sistem sosial-budaya dianalogikan sebagai sistem organisme, yang bagian-bagiannya
atau unsur-unsurnya tidak hanya saling berhubungan melainkan juga memberikan peranan bagi pemeliharaan, stabilitas,
integrasi, dan kelestarian hidup organisme itu. Dengan analogi seperti itu maka semua sistem budaya memiliki syarat-
syarat fungsional, atau sistem budaya memiliki kebutuhan sosial yang harus dipenuhi agar sistem sosial-budaya dapat
bertahan hidup. Apabila kebutuhan itu tidak terpenuhi maka sistem sosial-budaya itu akan mengalami disintegrasi dan
mati, atau dia akan berubah menjadi sistem lain tetapi beda jenis" (David Kaplan & Albert Manners, 2000: 77-78).

Pendekatan fungsional ini dikembangkan oleh dua orang antropolog Inggris yaitu Bronislaw Malinowski dan Radcliffe
Brown (Adam Kuper, 1996; 40). Dengan mengacu pada pendekatan fungsional itu maka stabilitas dan integrasi sistem
sosial-budaya sangat tergantung pada fungsi dari unsur-unsur yang menjadi bagian dari sistem. Kalau suatu sistem
organisme/makhluk hidup itu unsur-unsurnya adalah kaki, mata, telinga, tangan, mulut, atau hidung maka sistem sosial-
budaya yang bernama negara (sebagai contoh) unsur-unsurnya akan terdiri dari pemerintah, birokrasi, aparat keamanan,
wilayah, bahasa, mata uang, atau penduduk. Semua unsur tersebut tidak hanya saling berhubungan akan tetapi juga
saling menyumbangkan fungsinya masing-masing agar integrasi sistem tetap terjaga. Apabila salah satu unsur
mengalami disfungsi atau tidak mampu menyumbangkan peran sesuai kapasitasnya, maka akibatnya akan dirasakan
oleh unsur-unsur yang lain. Pada akhirnya integrasi sistem akan goncang.

Salah satu kelemahan dari pendekatan fungsionalisme ini adalah pada asumsinya bahwa kondisi sistem sosial-budaya
itu selalu dalam keadaan stabil dan terintegrasi. Maka pendekatan fungsional tidak mampu menjelaskan adanya
perubahan sistem sosial budaya secara menyeluruh. Hal ini wajar karena semua pendekatan teoritik selalu memiliki
kelebihan dan kekuarangan. Kita kembali pada sistem sosial-budaya yang bernama negara, yaitu negara Indonesia, yang
unsur-unsurnya akan terdiri dari pemerintah, bangsa, wilayah, bahasa, atau penduduk. Dalam hal ini kita ambil salah satu
unsur negara yaitu bahasa.

Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa persatuan, sekaligus menjadi identitas bangsa
Indonesia. Apabila Bahasa Indonesia sebagai unsur dari sistem negara pada suatu saat tidak mampu memberikan
fungsinya sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa persatuan, atau identitas bangsa maka akan terbayangkan adanya
kegoncangan sistem sosial-budaya. Dalam peristiwa kenegaraan pasti akan terjadi kekacauan karena tidak ada bahasa
kenegaraan. Semua orang akan membenarkan bahasa yang mereka gunakan sesuai etnisnya walau masing-masing
berbeda bahasa. Tidak akan ada bahasa persatuan yang menjadi bahasa pengantar bagi masyarakat Indonesia yang
memiliki latar belakang etnis dan bahasa beraneka macam. Tidak akan ada bahasa yang dijadikan identitas
kebersamaan bahwa semua unsur itu menjadi bagian dari sistem yang bernama negara Indonesia. Inilah yang disebut
sebagai disintegrasi atau distabilitas sistem negara.

Sebagai identitas bangsa atau negara maka bahasa Indonesia menjadi ciri atau tanda yang membedakan dengan
bangsa lain atau negara lain. Identitas ini bisa saja menjadi salah satu faktor kebanggaan pada sebuah bangsa, yang
kadang-kadang diiringi dengan sikap merendahkan atau menganggap aneh identitas bangsa lain. Identitas ini tidak stabil
atau baku akan tetapi selalu berproses lewat wacana untuk berkomunikasi, sehingga identitas selalu terjaga, dinamis,
berubah, atau malah musnah. Berawal dari merosotnya atau musnahnya kebanggaan akan identitas yang berupa Bahasa
Indonesia maka bisa jadi ini adalah awal dari disintegrasi negara Indonesia. Tidak ada lagi alat komunikasi sesama
warga Indonesia yang menjadi kebanggaan bersama, masing-masing merasa bangga dengan bahasa daerahnya atau
bangga dengan bahasa manca negara sehingga bahasa Indonesia akan ditinggalkan.

C. Bahasa Indonesia dan Siaran Televisi Nasional
Apabila Bahasa Indonesia masih tetap diperlukan sebagai salah satu identitas kebersamaan bagi warga negara
Indonesia maupun bahasa persatuan yang bisa menjaga integrasi negara Indonesia, maka tentu saja harus ada
sosialisasi dan pewarisan (transmission). Beberapa cara bisa dilakukan untuk hal itu, dan salah satu cara yang
diungkapkan di sini adalah peranan stasiun televisi bersiaran nasional baik milik pemerintah (TVRI) maupun milik swasta
(RCTI, SCTV, TPI, ANTV, Indosiar, dll). Tidak semua materi siaran televisi itu selalu menggunakan bahasa Indonesia baku,
yang oleh Ferdinand de Saussure (1996:360-361) disebut sebagai aspek langue dari bahasa. Bahasa dalam siaran
televisi ini menarik untuk dikaji karena dia menjadi bagian dari dinamika masyarakat di Indonesia.

Teknologi canggih bernama televisi yang berbasis pada media satelit palapa ini mulai muncul di Indonesia pada tahun
1960-an. Fenomena sosial-budaya yang begitu banyak dan begitu luas kemudian "bisa dilipat-lipat" untuk dihadirkan di
dalam ruang-ruang yang sempit sekalipun seperti ruang keluarga di dalam rumah. Teknologi televisi-lah beserta hard
ware-nya yang bisa menjadi salah satu media transformasi dari dunia yang luas kemudian bisa hadir di tengah-tengah
ruang keluarga. "Dunia yang begitu luas dan besar kini bisa 'dilipat-lipat' dalam bentuk televisi, surat kabar, majalah,
internet, dan radio sehingga bisa hadir di tengah-tengah keluarga dan di ruang yang sempit sekalipun" (Yasraf Amir
Piliang, 1999).

TVRI selama puluhan tahun menjadi pemain tunggal stasiun penyiaran televisi di Indonesia yang telah menjangkau
berbagai pelosok Indonesia. Baru pada paruh ke-dua tahun 1980-an mulai muncul stasiun televisi swasta di Jakarta
dengan siaran lokal yaitu RCTI. Setelah itu kemudian muncul stasiun TPI, SCTV, Indoesiar dan lain-lain yang jangkauan
siarannya berskala nasional seperti halnya TVRI. Walaupun begitu dalam hal misi, tentu saja TVRI lebih terlihat sebagai
stasiun televisi yang lebih mengedepankan aspek non-komersial dengan meniadakan siaran iklan, yang kemudian
disusul dengan membatasi siaran iklan. Sumber operasional TVRI berasal dari dana pemerintah dan hak siar iklan dari
televisi-televisi swasta. Slogan "TVRI menjalin persatuan dan kesatuan" bukanlah sekedar jargon yang tanpa arti. Di balik
slogan ini terkandung semangat untuk menjadi agen atau media perekat bagi berbagai etnis di Indonesia agar tetap
dalam kondisi terintegrasi, tidak terpecah-belah. Slogan TVRI itu hampir mirip dengan slogan "sekali di udara tetap di
udara" milik Radio Republik Indonesia (RRI) yang menyimpan semangat untuk terus mengudara melakukan siaran walau
segenting apa pun keadaan negara. Kalau masyarakat Indonesia dalam kondisi selalu terpisahkan oleh ruang dan waktu
dengan saudara-saudaranya sesama warga Indonesia yang lain, maka siaran berita televisi berusaha menjadi media
pemersatu ke dalam "waktu yang sama", dan seolah-olah para pemirsa televisi berada di dalam "satu ruang yang sama".

Ada kelebihan pada siaran TV jika dibanding dengan siaran radio. Siaran radio hanya menyuguhkan aspek audio
sehingga masyarakat hanya bisa mendengar tanpa bisa melihat wajah dan ekspresi penyiar radio. Siaran televisi selain
bersifat audio juga ada aspek visual, sehingga masyarakat bisa mendengar sekaligus bisa melihat wajah dan ekspresi
sang penyiar televisi. Dari hal ini muncul kesan seolah-olah antara penyiar televisi dengan masyarakat pemirsa berada di
dalam suatu "ruang dan waktu" yang sama. Pada hal-hal tertentu TVRI bisa dianggap sebagai sebagai salah satu simbol
pemersatu bagi masyarakat Indonesia melalui siaran-siarannya yang ditujukan kepada seluruh masyarakat Indonesia,
atau masyarakat Indonesia di negara tetangga yang masih bisa menangkap siaran TVRI.

Mengenai apa itu simbol maka bisa kita rujuk pendapat dari William A. Folley (1997: 26); "A simbol is a sign in which the
relationship between its form and meaning is stricly conventional, neither due to physical similarity or contextual
constraints". Jadi sebuah simbol adalah sesuatu yang akan memiliki makna apabila sesuatu itu dihubungkan dengan hal
yang lain. Pemberian makna ini tentu saja mengacu kepada konteks sosial-budaya masyarakat si pemilik simbol.
Mungkin saja sesuatu itu oleh sekelompok masyarakat dianggap sebagai simbol yang penuh makna, akan tetapi bisa
saja objek yang sama itu oleh masyarakat yang lain dianggap tidak memiliki makna apa-apa atau hampa makna.

TVRI bisa jadi dianggap sebagai salah satu simbol pemersatu bagi masyarakat Indonesia karena dia mampu
menyebarkan informasi dengan bahasa Indonesia ke seluruh pelosok negara. Sedangkan bahasa Indonesia adalah
bahasa pengantar bagi masyarakat Indonesia yang berbeda etnis maupun bahasa ibu, sebagai bahasa resmi
kenegaraan termasuk bahasa dokumen atau arsip maupun buku-buku pelajaran di sekolah, dan bahasa resmi bagi
penyebaran informasi di media massa. TVRI memiliki makna mendalam karena dia dihubungkan dengan keberadaan
bahasa Indonesia maupun keberadaan bangsa Indonesia. TVRI menjadi simbol jembatan bagi masyarakat Indonesia
yang secara geografis maupun kultural adalah masyarakat majemuk.

Media televisi, terutama dalam siaran berita misalnya TVRI (siaran Dunia dalam Berita, Berita Malam), RCTI (siaran
Nuansa Pagi, Buletin Siang), Indosiar (siaran Fokus), SCTV (siaran Liputan 6 pagi, Liputan 6 Siang) dan lain-lain, kalau
diamati maka pasti para penyiarnya menggunakan bahasa Indonesia baku. Akan tetapi dalam berbagai siaran yang lain
misalnya berbagai siaran iklan, pertunjukan musik, siaran kuis, atau siaran kesenian maka akan terlihat bahasa pop atau
"bahasa gaul" dengan berbagai varian menjadi bahasa pengantar. Di sini bisa dilihat adanya aspek langue (pada bahasa
berita) sekaligus adanya aspek parole (pada berbagai siaran yang lain) dalam siaran televisi di Indonesia. Yang kemudian
menjadi pertanyaan adalah mengapa dalam siaran berita menggunakan bahasa Indonesia baku, sedangkan dalam
siaran yang lain menggunakan bahasa pop ? Tentu tidak akan mudah untuk menjawabnya secara rasional, sistematis,
dan jernih.

Fenomena bahasa berita di media televisi ini menarik untuk dikaji karena pada tingkatan tertentu bahasa berita bisa meng-
hegemoni sebagian masyarakat pemirsa televisi sehingga mereka harus mengikutinya (melihat, mendengar,
membenarkan dan memperbincangkan). Hegemoni sendiri sering diartikan sebagai kekuasaan yang dicapai melalui
kesepakatan dan bukan paksaan. Daya jangkau hegemoni sangat dalam, mencakup pikiran dan perasaan masyarakat,
beroperasi di wilayah publik serta wilayah domestik.

Hegemoni sering dibedakan dengan dominasi, di mana dominasi diartikan sebagai kekuasaan yang dicapai melalui
paksaan dan kekerasan, daya jangkau kekuasaan dominasi hanya sampai permukaan. Hegemoni secara halus
menuntun orang untuk bersikap atau berperilaku sesuai dengan pemegang kekuasaan hegemoni bahkan kadang-
kadang orang tidak merasa terpaksa atau melakukan sesuatu dengan suka rela. Sedangkan kekuasaan dominasi itu
dilakukan secara paksaan, orang sanggup bersikap atau berperilaku sesuai dengan pemegang kekuasaan dominasi
karena daya resistensi orang tersebut kalah kuat dari daya paksa pemegang dominasi.

Bahasa siaran berita televisi beroperasi pada wilayah hegemoni, akan tetapi pada saat tertentu juga beroperasi pada
wilayah dominasi. Contoh dari dominasi ini adalah saat sang pembaca berita memerintahkan kepada pemirsa, "Jangan
kemana-mana dulu karena kami akan hadir lagi setelah jeda iklan berikut ini" atau "Tetaplah bersama saluran kami".
Kalimat-kalimat imperatif dan "tembak langsung" ini sering kita jumpai pada siaran berita di televisi. Di dalam
membacakan berita maupun format penghadiran berita maka juga bisa dilihat adanya aspek seni. Sentuhan seni ini juga
menjadi daya tarik khalayak untuk menyaksikan siaran berita televisi.

Dari sini terlihat, seni telah dimanfaatkan oleh para pembaca berita pada siaran televisi untuk mengkomunikasikan
berbagai hal yang berhubungan dengan informasi kepada khalayak pemirsa televisi. Mengenai makna seni, maka dapat
diperhatikan pendapat dari Taufik Abdullah, "…pada tahap awal seni adalah suatu pilihan dari berbagai cara untuk
melukiskan dan mengkomunikasikan sesuatu. Tentu saja setiap bentuk seni sesungguhnya adalah perkembangan dari
cara-cara yang biasa dilakukan dalam hidup manusia--sajak tentu berawal dari ucapan, dan tarian tentu berawal dari
gerakan" (Analisis Kebudayaan, tahun I; No.2 1980/1981: 11). Keinginan para pembaca berita di televisi untuk mendapat
perhatian dan tawaran ketertarikan menyaksikan berita, dikomunikasikan kepada masyarakat pemirsa melalui seni
membaca berita. Seni menjadi media yang dimanfaatkan untuk menghadirkan pesona siaran berita.

D. Integrasi Sosial
Dengan mengutip pandangan dari de Saussure, Ernst Cassirer (1987: 186) mengatakan bahwa, "de Saussure menarik
garis tajam antara la langue dengan la parole. Bahasa (la langue) bersifat universal, sedangkan proses tuturan (la parole)
sebagai proses temporal dan bersifat individual. Setiap individu memiliki gaya bahasa sendiri. Akan tetapi dalam analisis
ilmiah tentang bahasa, kita mengabaikan perbedaan-perbedaan individual itu, kita menelaah fakta sosial yang mengikuti
kaidah-kaidah umum yaitu kaidah-kaidah yang tidak tergantung kepada si penutur individual. Tanpa kaidah-kaidah umum
seperti itu maka bahasa tidak akan dapat menunaikan tugas utamanya; bahasa tidak dapat dipakai sebagai media
komunikasi di antara anggota-anggota masyarakatnya". Dari kutipan ini terlihat bahwa langue yang memiliki kaidah-kaidah
umum adalah fakta sosial, yang posisinya lebih tinggi dari fakta individu.

Fakta sosial ini beroperasinya adalah lintas individu dan bersandar pada kaidah-kaidah umum bahasa, agar bahasa bisa
menjadi media komunikasi sosial. Langue yang memiliki sifat sebagai media komunikasi sosial bahkan pada tataran
tertentu mampu menjadi media integrasi sosial lewat siaran berita televisi. Bahkan pada fenomena kehidupan bernegara
langue juga bisa bersifat politis. Seperti yang ditulis oleh Eriyanto, "Pada tahun 1974 pemerintah melalui Rencana
Pembangunan Lima Tahun (REPELITA II) juga mencakup sasaran khusus untuk pengembangan bahasa, sastra, dan
kebudayaan. Pada tahun 1974 dibentuk proyek Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah. Pada tahun
1984 proyek ini dibagi menjadi dua bagian yaitu Proyek Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Proyek
Pengembangan Bahasa dan Sastra Daerah. Salah satu perhatian utama dari kebijakan bahasa oleh pemerintah adalah
mengadakan pembakuan bahasa Indonesia dan menerapkan serta menghimbau 'pemakaian bahasa yang baik dan
benar'. Perundangan kebijakan ini dituangkan di dalam Ketetapan MPR No.II/MPR/1983 yang menyatakan bahwa bahasa
harus dibina dan dikembangkan serta digunakan secara baik dan benar" (Eriyanto, 2000; 74-75).

Langkah pemerintah itu bisa jadi adalah usaha untuk menjaga integrasi bangsa Indonesia lewat kebijakan bahasa
Indonesia. Kebijakan ini tentu berdampak terhadap berbagai segi kehidupan masyarakat karena bahasa Indonesia yang
dibakukan kemudian menjadi referensi tentang penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Penulisan dalam
berbagai surat keputusan, surat- menyurat resmi, arsip-arsip birokrasi, acara protokoler, bahasa pengantar di lembaga-
lembaga pendidikan, siaran-siaran resmi di televisi atau di radio adalah realitas sosial yang secara langsung akan
mengikuti kebijakan bahasa oleh pemerintah. Kebijakan pemerintah ini bukannya berjalan mulus tanpa hambatan.

Sebagian kaum akademisi secara kritis dan tajam mengoreksi kebijakan bahasa dari pemerintah ini. Contoh dari mereka
ini adalah Virginia Matheson Hooker dan Ariel Heryanto, yang mengatakan bahwa penggunaan bahasa yang baik dan
benar adalah salah satu bentuk manipulasi pemerintah untuk mengukuhkan kekuasaan terhadap rakyat. Bahasa yang
baik dan benar bisa dianggap sebagai simbol adanya pusat kebenaran yang harus memiliki kewibawaan, di mana semua
kebijakannya harus ditaati oleh masyarakat. Bahasa yang baik dan benar adalah yang digunakan oleh pemerintah,
sedangkan yang digunakan oleh masyarakat adalah sebaliknya, sehingga masyarakat harus mengikuti pusat kebenaran
yaitu pemerintah.

Pembakuan bahasa, oleh kalangan pengritik juga dianggap sebagai pengingkaran terhadap dinamika sosial-masyarakat
sebab bahasa adalah bagian dari sebuah dinamika sosial-masyarakat yang sifatnya natural (alamiah). Dari hal ini kita
bisa melihat bahwa fenomena bahasa Indonesia juga tidak bisa dipisahkan dari nuansa politik dalam kehidupan
bernegara. Bahasa Indonesia yang diposisikan sebagai bahasa persatuan bagi masyarakat Indonesia secara otomatis
telah menciptakan fenomena bahasa berdampingan dengan fenomena politik, dalam hal ini adalah politik kebahasaan.
Mengenai bahasa yang identik dengan dinamika sosial-masyarakat ini juga bisa kita telah dari pandangannya de
Saussure (1996; 361) bahwa "Di antara etnis dan langue terjadi hubungan timbal balik. Hubungan sosial cenderung
menciptakan adanya masyarakat bahasa dan kemungkinan mencetak ciri-ciri tertentu pada langue yang dipakai.
Sebaliknya, masyarakat bahasalah yang dalam batas-batas tertentu juga bisa membentuk satuan etnis. Pada umumnya
satuan etnis cukup menjelaskan tentang masyarakat bahasa". Dari kutipan tersebut, terlihat bahwa bahasa adalah ciri
yang menonjol dan mudah diamati dari suatu masyarakat.

Bahasa tertentu identik dengan masyarakat tertentu, misalnya bahasa Bali identik dengan etnis Bali atau bahasa Bugis
akan identik dengan etnis Bugis. Jadi bahasa mampu menciptakan etnis. Begitu juga sebaliknya ternyata bahasa itu
menjadi ada karena diciptakan oleh suatu etnis. Misalnya bahasa Indonesia itu menjadi ada karena diciptakan oleh
masyarakat Indonesia, walau fondasinya adalah bahasa Melayu akan tetapi dua bahasa itu kemudian memiliki perbedaan-
perbedaan. Fenomena inilah yang biasa disebut sebagai bahasa dan dinamika masyarakat. Bisa juga dikatakan bahwa
bahasa sebenarnya adalah dinamika masyarakat itu sendiri. Karena adanya suatu dinamika masyarakat di Indonesia,
maka bahasa Indonesia yang digunakan pada masa perjuangan tahun 1945-1949 memiliki karakter heroik, sedangkan
pada masa pemerintahan Orde Baru bahasa Indonesia karakternya sarat dengan eufemisme atau penghalusan kata
untuk menyembunyikan makna yang sesungguhnya.

Lain lagi karakter bahasa Indonesia pada masa puncak reformasi tahun 1998 hingga 1999 yang syarat dengan hujatan,
caci-maki, dan pembongkaran aib mantan penguasa. Fenomena kebahasaan pada tahun 1998-1999 itu bisa disaksikan
pada berbagai liputan berita (bukan pembacaan siaran berita--pen) stasiun-stasiun televisi tentang peristiwa yang terjadi
di lapangan. Begitu cepatnya berita-berita tentang kerusuhan sebagai ekses proses peralihan kekuasaan di Jakarta dan
beberapa kota di Jawa kemudian menyebar ke seluruh pelosok Indonesia.

Pada sisi kecepatan penyampaian berita sehingga menyebar kepada masyarakat Indonesia, juga bisa dilihat bahwa
siaran berita televisi bisa menjadi media pembangun integrasi sosial karena masyarakat luas tidak tersekat atau
terpisahkan oleh ruang dan waktu. E. Kesimpulan Pada bagian ini dengan memperhatikan uraian di muka dapatlah ditarik
sebuah benang merah yang berupa kesimpulan. Dengan mengambil kasus siaran berita yang menggunakan bahasa
Indonesia baku pada stasiun televisi milik pemerintah yaitu TVRI maupun stasiun televisi swasta seperti RCTI, SCTV,
Indonesiar, TPI, ANTV, Metro TV dan lain-lain maka tulisan ini telah berusaha mengkaji fenomena bahasa dan dinamika
masyarakat di Indonesia.

Bahasa Indonesia baku yang digunakan dalam siaran berita berbagai stasiun televisi tersebut telah menjadi salah satu
media integrasi sosial bangsa Indonesia. Siaran berita dengan bahasa Indonesia baku ini merupakan aspek langue dari
kajian tentang siaran televisi. Langue beroperasi pada wilayah sosial dan bukannya pada wilayah individual, sehingga
langue bisa disebut sebagai fakta sosial. Bahasa dan dinamika masyarakat adalah fenomena yang bersifat natural, akan
tetapi bisa juga berubah menjadi fenomena politis karena adanya campur tangan dari penguasa. Bahasa kemudian
dijadikan sebagai alat untuk mengontrol masyarakat dan lebih jauh lagi adalah untuk mengokohkan kekuasaan atau
malah untuk mewujudkan integrasi sosial. Integrasi sosial bisa juga terjadi karena adanya identitas kebersamaan yang
bisa menjadi pembeda dengan entitas sosial yang lain, yang kadang-kadang diikuti oleh kebanggaan terhadap entitas
sendiri dan tidak jarang mengganggap remeh entitas sosial yang lain. Bahasa adalah salah satu simbol identitas
kebersamaan yang bisa berfungsi untuk mewujudkan integrasi sosial.

Daftar Pustaka:
Abdullah, Taufik. "Analisis Kebudayaan, tahun I; No.2 1980/1981: 11".
Ahimsa-Putra, Heddy Shri (1997). "Claude Levi-Strauss: Butir-Butir Pemikiran Antropologi" dalam Levi-Strauss Empu Antropologi Struktural.
Yogyakarta: LKiS.

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuanbangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, Bahasa Indonesia berposisi sebagai bahasa kerja.
Dari sudut pandang linguistik, Bahasa Indonesia adalah suatu varian bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya,[sehingga dapatlah dikatakan bahwa Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
Fonologi dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah. Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu.

PENTINGNYA MOTIVASI

Pentingnya Motivasi bagi Kita
Sebelum kita membahas motivasi lebih dalam ada baiknya kita pahami terlebih dahulu arti kata motivasi. Motivasi adalah dorongan psikologis yang mengarahkan seseorang ke arah suatu tujuan. Motivasi membuat keadaan dalam diri individu muncul, terarah, dan mempertahankan perilaku, menurut Kartini Kartono motivasi menjadi dorongan (driving force) terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu.
Motivasi yang ada pada setiap orang tidaklah sama, berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Untuk itu, diperlukan pengetahuan mengenai pengertian dan hakikat motivasi, serta kemampuan teknik menciptakan situasi sehingga menimbulkan motivasi/dorongan bagi mereka untuk berbuat atau berperilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh individu lain/ organisasi.
Sebagai mahasiswa, kita tentu ingin mendapatkan nilai atau hasil yang baik, dan hal tersebut dapat terwujud apabila kita selalu berusaha dan melakukan apa yang bisa membuat kita mendapatkan hasil yang terbaik. Keingingan yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan ( GR terry ). Dalam hal itu, kesadaran tentang pentingya motivasi bagi perubahan tingkah laku harus kita miliki.
Selain penjelasan dari motivasi di atas, terdapat juga teori-teori motivasi yang masing-masing teori memiliki karakter berbeda-beda dan dalam hal ini terdapat beberapa kemiripan motivasi yang saya dapatkan dalam kehidupan saya dengan teori Mc Clelland.Dan untuk mengetahui kemiripan tersebut ada baiknya kita mengetahui sekilas tentang Mc Clelland.
• SEKILAS DAVID MC CLELLAND
David Clarence McClelland (1917-1998) atau yang biasa kita sebut Mc Clelland mendapat gelar doktor dalam psikologi di Yale pada 1941 dan menjadi profesor di Universitas Wesleyan. McClelland dikenal untuk karyanya pada pencapaian motivasi. David McClelland memelopori motivasi kerja berpikir, mengembangkan pencapaian berbasis teori dan model motivasi, dan dipromosikan dalam perbaikan metode penilaian karyawan, serta advokasi berbasis kompetensi penilaian dan tes. Ide nya telah diadopsi secara luas di berbagai organisasi, dan berkaitan erat dengan teori Frederick Herzberg.
David McClelland dikenal menjelaskan tiga jenis motivasi, yang diidentifikasi dalam buku ”The Achieving Society”:
1. Motivasi untuk berprestasi
2. Motivasi untuk berkuasa
3. Motivasi untuk berafiliasi/bersahabat
• MODEL KEBUTUHAN BERBASIS MOTIVASI MC CLELLAND
David McClelland (Robbins, 2001 : 173) dalam teorinya Mc.Clelland’s Achievment Motivation Theory atau teori motivasi prestasi McClelland juga digunakan untuk mendukung hipotesa yang akan dikemukakan dalam penelitian ini. Dalam teorinya McClelland mengemukakan bahwa individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta peluang yang tersedia.
Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi (achievement), kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi.
A. Kebutuhan akan prestasi
Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah.
B. Kebutuhan akan kekuasaan
Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan.
C. Kebutuhan untuk berafiliasi atau bersahabat
Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi. McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja atau mengelola organisasi. Karakteristik dan sikap motivasi prestasi ala Mc clelland:
a). Pencapaian adalah lebih penting daripada materi.
b). Mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan pribadi
yang lebih besar daripada menerima pujian atau pengakuan.
c). Umpan balik sangat penting, karena merupakan ukuran sukses
(umpan balik yang diandalkan, kuantitatif dan faktual).
• Kedekatan Teori Mc Clelland
Dari penjelasan tentang teori Mc Clelland tersebut dapat saya katakan terdapat kemiripan dengan motivasi dalam hidup saya, mulai dari motivasi untuk berprestasi. Motivasi tersebut sangat saya perlukan dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam kegiatan perkuliahan. Tanpa adanya motivasi tersebut tentu saya tidak akan memiliki semangat untuk belajar dan mendapatkan nilai yang baik. Walaupun belum mendapatkan prestasi secara maksimal tapi melalui motivasi untuk berprestasi saya memiliki semangat untuk tetap berprestasi.
Teori lainnya ialah motivasi untuk berkuasa. Saya memiliki cita-cita untuk menjadi seseorang yang memiliki peran penting dalam suatu perusahaan dimana saya akan memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha semua pekerja dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi atau sebagai manajer, sehingga dengan motivasi ini saya bisa belajar bagaimana menjadi seorang manajer yang baik dan untuk mewujudkan cita-cita saya tersebut.
Kedekatan teori yang terakhir ialah motivasi untuk bersahabat. Dalam kehidupan sehari-hari, saya tentu tidak bisa lepas dari peran teman atau sahabat. Mereka selalu membantu saya ketika saya sedang mangalami kesulitan atau di saat tertentu. Sehingga dengan motivasi ini saya akan mencari teman atau sahabat sebanyaknya tanpa memilih-milih agar kesulitan yang akan saya hadapi dapat teratasi.
Sumber motivasi:
• Motivasi Internal yaitu motivasi dari dalam diri, dari perasaan dan pikiran diri sendiri, tidak perlu adanya rangsangan dari luar. Orang yang memiliki motivasi internal, akan memandang dirinya secara positif. Sebagai contoh, seseorang yang melakukan aktivitas belajar secara terus menerus tanpa adanya motivasi dari luar dirinya dan bila ditinjau dari segi tujuan kegiatannya, orang tersebut ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalam perbuatan belajar itu sendiri, misal karena ingin mendapatkan pengetahuan, bukan karena tujuan yang lain.
• Motivasi eksternal yaitu motivasi dari luar atau mendapatkan rangsangan dari luar. Sebagai contoh, motivasi seseorang timbul karena dari bacaan yang memotivasi, lingkungan, atau dari kehidupan keseharian. Sehingga bila ditinjau dari segi tujuannya orang tersebut tidak langsung terjun didalam apa yang dilakukannya. Hal ini sangat diperlukan bagi orang yang tidak memiliki motivasi internal.
Dari hal yang telah disebutkan di atas, maka motivasi tidak hanya timbul dari dalam diri kita secara sendirinya tetapi dapat ditimbulkan oleh faktor luar atau rangsangan luar. Dan motivasi yang terdapat dalam diri saya lebih kepada motivasi eksternal. Motivasi tersebut timbul tidak dari diri saya tetapi ditimbulkan oleh faktor luar seperti termotivasi untuk mendapatkan hasil atau nilai yang baik, dari dukungan orang tua, dan meraih cita-cita yang diinginkan. Namun tak selamanya motivasi eksternal itu timbul, sehingga kita perlu menumbuhkan motivasi internal dalam diri kita. Dan berikut tips untuk menumbuhkan motivasi secara internal :
1.Menciptakan Imbalan. Kalau kita melakukan sesuatu(A), misal belajar maka akan mendapatkan hasil atau IPK yang tinggi. Dengan begitu diri kita akan termotivasi untuk melakukan sesuatu yang berguna(A).
2.Ambil selalu langkah kecil. Terkadang untuk mendapatkan sesuatu yang besar perlu langkah-langkah kecil.
3.Menciptakan Kesusahan. Hal ini merupakan kebalikan dari yang pertama. misalnya kalau kita tidak melakukan sesuatu (B), misal belajar, maka kita tidak akan mendapatkan IPK yang tinggi. Tentu kita akan termotivasi untuk melakukan tindakan ini(B).
4.Susun Rencana beserta langkah-langkahnya. Dengan memiliki rencana, kita seolah-olah punya alur dan plot menuju tujuan secara teratur. Secara tidak langsung ini akan memotivasi dalam mencapai tujuan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan sesuatu dorongan yang akan membuat kita selalu semangat dalam melakukan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan. Misal, seorang suami bekerja keras mencari uang demi memberi makan keluarganya. Tanpa adanya motivasi, cita-cita atau tujuan yang kita targetkan akan sulit terwujudkan karena kurangnya semangat dalam mencapai tujuan tersebut. Dan dengan memiliki motivasi yang kuat, kita akan akan memiliki apresiasi dan penghargaan yang tinggi terhadap diri dan hidup ini, sehingga tidak ada keraguan dalam mencapai tujuan atau cita-cita kita.

MANFAAT PENULISAN ILMIAH

Manfaat Penulisan Ilmiah.
1. Melatih daya berpikir kita untuk tertib dan teratur karena menulis ilmiah harus mengikuti tata cara penulisan yang sudah ditentukan prosedur tertentu, metode dan teknik, aturan atau kaidah standar, disajikan teratur, runtun dan tertib.
2. Menulis ilmiah memerlukan literatur, buku-buku ilmiah, kamus dan Ensiklopedia yang disusun tertib.
3. Oleh sebab pada hakikatnya sebuah karangan ilmiah ialah laporan tentang kebenaran yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan bukan karangan belakang.
4. Karena dalam karya ilmiah ada organ yang disebut bab pembahasan yang berfungsi menganalisis, memecahkan dan menjawab setiap permasalahan sampai tuntas hingga ditemukannya jawaban berupa karya ilmiah.
5. Karena dalam karya ilmiah ada organ yang disebut bab landasan teori atau kerangka teoritis yang berfungsi memaparkan teori-teori para ahli serta mengomentari atau mengkritiknya untuk mendukung dan memperkuat argumen para penulis.
6. Bahasa komunikatif ilmiah memiliki syarat :
a. Harus jelas.
b. Penempatan gatra.
c. Diksi atau pilihan kata harus tepat.
d. Bahasa yang digunakan harus benar-benar Fakta.

POLA HUBUNGAN S+P

4 pola hubungan S+P:
1. Semua subjek adalah bukan semua Predikat
Contoh kalimat:
a. Semua pria adalah bukan semua anak anak
b. Semua guru adalah bukan semua laki-laki
c. Semua mobil adalah bukan semua taksi

2. A. Semua subjek adalah predikat
Contoh kalimat:
a. Semua ayah adalah kepala rumah tangga
b. Semua imam solat adalah pria
c. Semua manusia adalah ciptaan Tuhan

B. Sebagian subjek adalah predikat
a. Sebagian wanita adalah memakai kerudung
b. Sebagian dosen Universitas Gunadarma adalah laki-laki
c. Sebagian dokter kandungan adalah laki-laki

3. Tidak adapun subjek adalah predikat
a. Tidak ada satupun wanita adalah berkumis
b. Tidak satupun manusia adalah hewan
c. Tidak ada satupun manusia adalah bisa hidup sendiri

4. A. Sebagian subjek adalah sebagian predikat
a. Sebagian manusia adalah sebagian wanita
b. Sebagian hewan adalah sebagian hidup di air
c. Sebagian wanita adalah sebagian berkerudung

Rabu, 03 Maret 2010

Pengaruh Faktor Eksternal dalam keputusan membeli

Di era globalisasi dan pasar bebas, berbagai jenis barang dan jasa dengan ratusan merek membanjiri pasar Indonesia. Persaingan antar merek setiap produk akan semakin tajam dalam merebut konsumen. Bagi konsumen, pasar menyediakan berbagai pilihan produk dan merek yang banyak. Konsumen bebas memilih produk dan merek yang akan dibelinya. Keputusan membeli ada pada diri konsumen. Konsumen akan menggunakan berbagai kriteria dalam membeli produk dan merek tertentu. Diantaranya ialah ia akan membeli produk yang sesuai kebutuhannya, seleranya dan daya belinya.
Diakui pula oleh beberapa pakar pemasaran, bahwa trend pemasaran internasional abad 21 akan bergeser dari pendekatan transaksional ke pendekatan relasional dengan berfokus pada pemenuhan kebutuhan, kepuasan, dan kesenangan pelanggan. Artinya setelah transaksi selesai, konsumen tidak selalu dibiarkan begitu saja, yang nantinya akan mudah diambil oleh perusahaan lain. Akan tetapi bagaimana perusahaan dapat menciptakan kesetiaan bagi pelanggan (customer loyalty) dengan memahami apa sebenarnya yang diinginkan oleh pelanggan itu sendiri. Cara ini di dalam konsep pemasaran yang baru disebut sebagai relationship marketing.
Untuk dapat mengenal, menciptakan dan mempertahankan pelanggan, maka studi tentang perilaku konsumen sebagai perwujudan dari aktivitas jiwa manusia sangatlah penting. Perilaku konsumen (customer behaviour) memberikan wawasan dan pengetahuan tentang apa yang menjadi kebutuhan dasar konsumen, mengapa mereka membeli, dimana konsumen itu suka berbelanja, siapa yang berperan dalam pembelian, dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konsumen untuk membeli suatu barang.
Ada banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dan proses pengambilan keputusannya dalam pembelian suatu barang. Seperti yang dikemukakan oleh Suharto (2001:3), bahwa proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu: faktor sosiokultur (kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi) dan faktor psikologis (sikap, persepsi, motivasi dan gaya hidup).
Sedangkan proses pengambilan keputusan pembelian memiliki lima tahap sebagaimana yang dikemukakan oleh Kotler (2000:204) yaitu: tahap pengenalan masalah atau kebutuhan, tahap pencarian informasi, tahap evaluasi altematif, tahap keputusan pembelian, dan tahap perilaku pasca pembelian.
Saat ini, sepeda motor merupakan barang kebutuhan individu dimana keberadaannya mencerminkan gaya hidup dan perilaku pemakainya, maka dalam keputusan pembeliannya, faktor psikologis sangat berpengaruh. Kotler (2004 : 196) mengatakan pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor psikologis utama yaitu (motivasi, persepsi, pembelajaran serta keyakinan dan sikap).
Seperti yang terjadi di Dealer Sido Makmur Motor Blitar, perusahaan selalu melakukan berbagai upaya untuk memaksimalkan penjualannya. Upaya-upaya tersebut antara lain melalui media iklan, peningkatan kualitas pelayanan, pemberian hadiah pada pelanggan serta mengetahui selera konsumen. Perusahaan menyadari, bahwa faktor psikologis saat ini memegang peranan penting dalam keputusan pembelian, meskipun faktor – faktor lain seperti budaya, sosial, pribadi juga berpengaruh pada keputusan pembelian.
Peneliti juga tertarik untuk membuktikan, sejauh mana faktor psikologis yang disampaikan para pakar berpengaruh terhadap keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen di Dealer Sido Makmur Motor Blitar.
Hal inilah yang mendorong peneliti, untuk mengambil judul penelitian " “Pengaruh Faktor Psikologis terhadap Perilaku Konsumen dalam Keputusan Pembelian Sepeda Motor Honda pada Dealer Sepeda Motor Sido Makmur Blitar."

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh faktor motivasi terhadap perilaku konsumen dalam membeli sepeda motor Honda pada Dealer Sido Makmur Motor Blitar?
2. Bagaimanakah pengaruh faktor Persepsi terhadap perilaku konsumen dalam membeli sepeda motor Honda pada Dealer Sido Makmur Motor Blitar?
3. Bagaimanakah pengaruh faktor Pembelajaran terhadap perilaku konsumen dalam membeli sepeda motor Honda pada Dealer Sido Makmur Motor Blitar?
4. Bagaimanakah pengaruh faktor Keyakinan dan Sikap terhadap perilaku konsumen dalam membeli sepeda motor Honda pada Dealer Sido Makmur Motor Blitar?
5. Bagaimanakah pengaruh faktor Motivasi, Persepsi, Pembelajaran serta Keyakinan dan Sikap secara simultan terhadap perilaku konsumen dalam membeli sepeda motor Honda pada Dealer Sido Makmur Motor Blitar?
6. Faktor manakah yang dominan mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli sepeda motor Honda pada Dealer Sido Makmur Motor Blitar

C. Tujuan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengaruh faktor motivasi terhadap perilaku konsumen dalam membeli sepeda motor Honda pada Dealer Sido Makmur Motor Blitar
2. Pengaruh faktor Persepsi terhadap perilaku konsumen dalam membeli sepeda motor Honda pada Dealer Sido Makmur Motor Blitar
3. Pengaruh faktor Pembelajaran terhadap perilaku konsumen dalam membeli sepeda motor Honda pada Dealer Sido Makmur Motor Blitar
4. Pengaruh faktor Keyakinan dan Sikap terhadap perilaku konsumen dalam membeli sepeda motor Honda pada Dealer Sido Makmur Motor Blitar
5. Pengaruh faktor Motivasi, Persepsi, Pembelajaran serta Keyakinan dan Sikap secara simultan terhadap perilaku konsumen dalam membeli sepeda motor Honda pada Dealer Sido Makmur Motor Blitar
6. Faktor manakah yang dominan mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli sepeda motor Honda pada Dealer Sido Makmur Motor Blitar

D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data terkumpul (Arikunto, 2002:64).
Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah hipotesis alternatif (Ha) sebagai berikut:
1. Ada pengaruh faktor motivasi terhadap perilaku konsumen dalam membeli sepeda motor Honda pada Dealer Sido Makmur Motor Blitar
2. Ada pengaruh faktor persepsi terhadap perilaku konsumen dalam membeli sepeda motor Honda pada Dealer Sido Makmur Motor Blitar
3. Ada pengaruh faktor pembelajaran terhadap perilaku konsumen dalam membeli sepeda motor Honda pada Dealer Sido Makmur Motor Blitar
4. Ada pengaruh faktor keyakinan dan sikap terhadap perilaku konsumen dalam membeli sepeda motor Honda pada Dealer Sido Makmur Motor Blitar
5. Ada pengaruh faktor motivasi, persepsi, pembelajaran serta keyakinan dan sikap secara simultan terhadap perilaku konsumen dalam membeli sepeda motor Honda pada Dealer Sido Makmur Motor Blitar
Sedangkan hipotesis Nol (Ho) sebagai berikut:
1. Tidak ada pengaruh faktor motivasi terhadap perilaku konsumen dalam membeli sepeda motor Honda pada Dealer Sido Makmur Motor Blitar
2. Tidak ada pengaruh faktor persepsi terhadap perilaku konsumen dalam membeli sepeda motor Honda pada Dealer Sido Makmur Motor Blitar
3. Tidak ada pengaruh faktor pembelajaran terhadap perilaku konsumen dalam membeli sepeda motor Honda pada Dealer Sido Makmur Motor Blitar.
4. Tidak ada pengaruh faktor keyakinan dan sikap terhadap perilaku konsumen dalam membeli sepeda motor Honda pada Dealer Sido Makmur Motor Blitar.
5. Tidak ada pengaruh faktor motivasi, persepsi, pembelajaran serta keyakinan dan sikap secara simultan terhadap perilaku konsumen dalam membeli sepeda motor Honda pada Dealer Sido Makmur Motor Blitar
E. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian ini, maka manfaat yang diharapkan oleh penulis adalah sebagai berikut:
1 Bagi Universitas Negeri Malang
Untuk memperkaya bahan bacaan di perpustakaan dalam menambah ilmu pengetahuan.
2 Bagi perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang perilaku konsumen dalam membeli produk perusahaan, sehingga perusahaan bisa bijak dalam mengambil keputusan.
3. Bagi penulis
Menambah pengalaman dan wawasan penulis dalam memecahkan masalah, serta melatih diri lebih sensitif terhadap permasalahan dalam bidang pemasaran.

F. Asumsi Penelitian
Menurut Arikunto (2002:61) asumsi adalah suatu hal yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang harus dirumuskan secara jelas. Dalam hal ini asumsi yang diajukan dalam penelitian adalah:
1. Perilaku konsumen dalam membeli sepeda motor merek Honda dipengaruhi faktor psikologis.
2. Ada salah satu faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi konsumen.
3. Responden memahami pertanyaan dan menjawab pertanyaan dengan jujur.

G. Ruang lingkup dan Keterbatasan Penelitian

1. Ruang Lingkup Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah faktor psikologis (Motivasi, Persepsi, Pembelajaran, Keyakinan dan Sikap) yang mempengaruhi perilaku konsumen sebagai variabel bebas dan perilaku konsumen sebagai variabel terikat. Populasi dari penelitian ini adalah pembeli sepeda motor di Dealer Sido Makmur Blitar.
Berdasarkan ruang lingkup tersebut, dipaparkan jabaran variabel sebagai berikut:


Variabel Sub Variabel Indikator Instrumen Sumber Data
Variabel bebas (faktor psikologis yang mempengaruhi perilaku konsumen) Faktor Motivasi
(X1)

1. Pemenuhan Kebutuhan Fisik
2. Pemenuhan Kebutuhan Keamanan
3 Pemenuhan Kebutuhan Sosial
4 Pemenuhan Kebutuhan penghargaan
5 Pemenuhan Kebutuhan aktualisasi diri Kuisioner Konsumen Dealer Sido Makmur Motor Blitar

Faktor Persepsi
(X2) 1. Perhatian selektif
2. Distorsi Selektif
3. Ingatan/Retensi selektif Kuisioner Konsumen Dealer Sido Makmur Motor Blitar

Faktor Pembelajaran
(X3) 1. Dorongan
2. Rangsangan
3. Petunjuk Bertindak
4. Tanggapan
5. Penguatan Kuisioner Konsumen Dealer Sido Makmur Motor Blitar

Faktor Keyakinan & Sikap
(X4) 1. Pengetahuan tentang produk
2. Pendapat tentang produk
3. Kepercayaan Kuisioner Konsumen Dealer Sido Makmur Motor Blitar

Variabel Terikat (Y)

(perilaku pembelian konsumen)

Proses pengambilan keputusan konsumen

1. Pengenalan kebutuhan
2. Pencarian informasi
3. Evaluasi alternatif
4. Keputusan pembelian
5. Keputusan pasca pembelian Kuisioner Konsumen Dealer Sido Makmur Motor Blitar
Sumber Kotler (2000 : 198)

2. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian adalah hal-hal yang membatasi masalah yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu:

1. Variabel yang diteliti terbatas pada variabel faktor psikologis yang mempengaruhi perilaku konsumen dan proses pengambilan keputusan pembelian.
2. Penelitian ini hanya berlaku bagi pembeli sepeda motor merek Honda di Dealer Sido Makmur Blitar.

H. Definisi Operasional

Dalam PPKI (Pedoman Penulisan Karya Ilmiah) dijelaskan bahwa definisi operasional adalah definisi yang berdasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati. Dengan tujuan tersebut di atas, maka definisi operasional dalam penelitian ini disusun sebagai berikut:

1. Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan barang dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan itu.

2. Psikologis adalah Ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, proses maupun latar belakangnya. Faktor psikologis terdiri dari Motivasi,Persepsi, Pembelajaran, Keyakinan dan Sikap
Pengaruh adalah hubungan sebab akibat antara dua variabel, yaitu faktor psikologis yang mempengaruhi perilaku konsumen (variabel bebas) dan perilaku pembelian konsumen (variabel terikat). Dimana variabel bebas yang akan mempengaruhi variabel terikat.

Anak Yang Kegemukan, Beresiko Terkena Sakit Jantung

Anak-anak yang menderita kegemukan lebih mungkin untuk terserang sakit jantung pada masa depan.

Hasil studi menyebutkan, para peneliti di University of North Carolina School of Medicine, AS mendapati tanda peringatan bagi sakit jantung pada masa depan pada anak yang berusia tiga tahun.

"Anak yang kegemukan memiliki tingkat protein C-raktif yang lebih tinggi - tanda mengenai radang dan risiko sakit jantung," kata studi itu yang diterbitkan di edisi Internet Journal Pediatrics.

Anak yang kegemukan pada usia enam dan sembilan tahun juga memiliki tingkat lebih tinggi dua tanda lain radang.

"Kami menyaksikan hubungan antara status berat badan dan penanda radang yang lebih besar, jauh lebih dini daripada perkiraan kami sebelumnya," kata penulis studi itu Asheley Cockrell Skinner, pembantu profesor bidang Ilmu Kesehatan Anak di universitas itu.

"Kebanyakan orang dewasa memahami bahwa kelebihan berat atau kegemukan tidak baik buat mereka. Tetapi tak sebanyak itu orang yang menyadari bahwa mungkin tidak sehat buat anak kecil memiliki tubuh terlalu gemuk," katanya Skinner.

Para peneliti tersebut sampai pada kesimpulan mereka setelah menganalisis data yang dikumpulkan antara 1999 dan 2006 pada satu jajak pendapat nasional. Lebih dari 16.000 anak yang berusia satu sampai 17 tahun ikut dalam studi itu.

Hampir 15% anak dikategorikan sebagai kelebihan berat badan, 11% kegemukan dan 3,5% dipandang sangat gemuk.

"Masih banyak pekerjaan perlu dilakukan sebelum kami menyimpulkan dampak penuh dari semua temuan ini," kata penulis lain studi tersebut, Dr Eliana Perrin.

"Tetapi studi ini memberi tahu kami bahwa anak yang kegemukan dalam usia sangat muda sudah menghadapi lebih banyak radang dibandingkan dengan anak yang tidak kegemukan, dan itu sangat memprihatinkan. Itu mungkin membantu memotivasi kami sebagai dokter dan orang-tua untuk memperhatikan masalah kegemukan pada anak yang berusia muda ini dengan lebih sungguh-sungguh," kata Perrin.

KASUS BANK PALING FENOMENAL :))

Kasus Bank Century terus menggelinding sebagai isu panas minggu ini. Pasalnya bank milik Robert Tantular itu telah memicu konflik terbuka antara Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Terkesan aneh, mengingat seorang menteri bertindak 'terlalu' berani terhadap atasan. Ada apa sebenarnya?

Kasus dana talangan yang diberikan kepada Bank Century mencapai Rp 6,7 triliun (bahkan bisa lebih banyak) itu ternyata tidak mendapat persetujuan dari Wapres K sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap perjalanan dinamika perekonomian bangsa ini. Apa boleh buat, nasi telah menjadi bubur.

Kini persoalan Bank Century hampir pasti mengkuti pola dan kesalahan yang dilakukan pemerintah pada BLBI pertama tahun 1998, ketika pemerintah memberikan bail-out kepada bank-bank yang dananya dirampok oleh pemiliknya sendiri dan menjadikan pemerintah sebagai penjamin, tameng, dan atau bodyguard untuk keamanan semuanya.

Menarik untuk mencermati tentang dana talangan atau bail-out Bank Century yang membengkak menjadi Rp 6,7 triliun. Secara institusi, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengaku telah mengkonsultasikan tambahan suntikan dana tersebut kepada Bank Indonesia (sebagai regulator). Dalam hal ini, penambahan dana dilakukan karena Bank Century tidak memiliki rasio kecukupan modal (CAR).

Sebagai catatan, CAR Bank Century per 31 Oktober 2008 telah minus dari 3,25% anjlok menjadi -35,92%. Dengan demikian, LPS

menyuntikkan dana segar atau penyertaan modal menjadi 10%. Dana yang dibutuhkan untuk hal ini mencapai Rp 2,77 triliun. Dalam perkembangannya, LPS per 31 Desember 2008 juga kembali menutup kebutuhan likuiditas Bank Century dengan menyuntik dana segar sebesar Rp 2,201 triliun.

Lebih lanjut, pada bulan Februari 2009, cash money terus disuntik sebesar Rp 1,55 triliun dan Rp 630

miliar. Dengan demikian total keseluruhan dana yang disuntikkan LPS ke Bank Centuy adalah Rp 6,7 triliun, sebuah jumlah yang fantastis dan rekor bagi pemerintah.

Persoalan muncul ketika ada yang mempertanyakan bagaimanakah nasib duit rakyat sebesar Rp 6,7 triliun? Mengapa dana sebesar itu dengan mudah diberikan oleh pemerintah? Atas pertimbangan apakah BI merekomendasi untuk melakukan bail-out (dana talangan) kepada institusi bodong seperti Bank Century?

Tidakkah BI belajar banyak dari kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLIBI) yang telah merugikan negara mencapai Rp 600 triliun yang hingga kini bahkan sampai 20 tahun mendatang rakyat harus membayarnya dengan bunga dan pokok sebesar Rp 60 triliun melalui APBN? Di manakah tanggung jawab BI sebagai badan pengawas perbankan nasional?

Kini, setelah masalah Bank Century menjadi bahan diskusi publik, pemerintah harus tetap terbuka. Menkeu dan Gubernur BI harus bertanggung jawab atas 'tragedi' ekonomi jilid dua yang menimpa bangsa ini. Pengelolaan ekonomi dan aset republik sudah saatnya

dilakukan dengan jujur dan berkeadilan. Kita telah bosan disuguhi dengan teatrikal dan drama palsu pengelolaan ekonomi dan aset bangsa. Negara tidak boleh mempermainkan rasa keadilan kepada rakyatnya.

Andai dana Rp 6,7 triliun disuntik untuk program public services seperti kesehatan dan pendidikan, sungguh begitu banyak

rakyat yang bersyukur, karena tertolong kebaikan hati pemerintah. Kini, langkah strategis yang harus dilakukan oleh pemangku kepentingan dalam bidang ekonomi adalah segera bertobat atas perbuatannya dan meminta maaf secara terbuka kepada pewaris sah kedaulatan, rakyat Indonesia. Lebih dari itu, sikap jantan JK atas tragedi Bank Century patut diacungi jempol.

PENGARUH KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP GAYA HIDUP MODERN.

Masyarakat modern ditandai dengan aktivitas kerja yang tinggi serta adanya kesempatan yang sama untuk dapat bekerja bagi setiap orang yang mempunyai kompetensi tanpa diskriminasi. Aktivitas tersebut berdampak pada semakin banyak wanita pekerja atau karir yang menghabiskan waktu di luar rumah, sehingga kesulitan dalam menjalankan aktivitas sebagai ibu rumah tangga termasuk menyediakan makanan bagi keluarga. Kelompok keluarga dengan ekonomi cukup, cenderung memilih makan di luar rumah dengan memilih tempat, restoran atau café, selain cita rasanya lebih enak juga banyak sekali aneka menu yang di tawarkan, serta suasana yang menyenangkan. Surabaya sebagai kota metropolitan memiliki fasilitas untuk kondisi seperti yang di sebutkan di atas.
Bisnis makanan di Surabaya masih memberikan peluang bagi para pengusaha restoran. The Steak salah satu badan usaha restoran membuka usahanya pada 11 November 2002 berlokasi di Surabaya. Awalnya restoran ini di buka khusus untuk pelayanan undangan khusus ( soft opening ), akan tetapi dalam kurun waktu yang tidak lama kemudian, di buka untuk umum. Restoran ini mencoba masuk pada persaingan yang sudah ketat dengan merebut pangsa pasar yang sama dengan restoran lainnya di Surabaya. Berdasarkan hasil survey awal, ada fenomena bahwa konsumen restoran ini makin hari makin bertambah, dan terlihat ada kesetiaan dari pelanggannya dilihat dari frekuensi kunjungan mereka. Hal ini membuat peneliti ingin menganalisis tingkat kesetiaan pelanggan restoran ini berdasarkan tingkat kepuasan mereka. Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi masukkan manajemen mengevaluasi keberhasilan dalam mengelola restoran menghadapi pesaing yang makin ketat dan agresif.
Sehingga dapat di tarik kesimpulan, bahwa gaya hidup dan lingkungan dapat mempengaruhi seseorang bisa menjadi konsumerisme, karena mereka tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk menyiapkan, atau mendapatkan sesuatu yang di inginkan, atau di harapkan.

Selasa, 02 Maret 2010

ANALISA RESIKO DAN LINGKUNGAN USAHA

1 RESIKO USAHA
Dalam menjalankan kegiatan pembangunan dan pengembangan usaha tentunya akan menghadapi beberapa resiko yang dapat mempengaruhi hasil usahanya yang apabila tidak diantisipasi dan dipersiapkan penanganannya. Diantara resiko usaha tersebut dapat bersumber dari faktor internal maupun eksternal perusahaan.

* Resiko Internal Usaha

Dalam menjalankan usaha setiap perusahaan memerlukan perangkat untuk mendukung jalannya usaha tersebut diantaranya adalah sumberdaya berupa modal dan personil yang handal sesuai dengan kebutuhan. Selain itu juga diperlukan peraturan baku (SOP) yang memuat kewajiban dan hak-hak karyawan, sehingga dapat mengantisipasi peluang terjadinya kesalah pahaman antara pihak manajemen perusahaan dengan para karyawannya.

* Resiko Eksternal Usaha

a) Resiko Buyer/Supplier
Dalam melakukan pemasaran hasil produksi perusahaan harus lebih berkonsentrasi kepada kwalitas layanan dan selalu melakukan kegiatan peningkatan kualitas dan kontinuitas kepada buyer potensial yang menjadi pelanggan perusahaan.

b) Resiko Perekonomian
Faktor resiko yang berasal dari luar kegiatan usaha antara lain disebabkan oleh kondisi ekonomi, sosial dan politik baik lokal, nasional maupun internasional dapat berakibat kurang baik terhadap dunia usaha pada umumnya. Memburuknya kondisi perekonomian akan dapat mengakibatkan daya beli masyarakat menurun, disamping kondisi ekonomi makro juga cukup berpengaruh terhadap volume kegiatan usaha

c) Resiko Perkembangan Teknologi
Kemajuan teknologi yang pesat dapat membantu pihak pengelola dalam hal peningkatan kualitas dan kuantitas produksi. Selain masalah produksi, maka masalah ketepatan waktu pasokan dan kecepatan pelayanan dapat memberi kepuasan bagi para konsumen. Apabila pihak produsen kurang memanfaatkan perkembangan teknologi, maka secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi, yang pada akhirnya akan kalah dalam bersaing di pemasaran.

d) Resiko Penghentian Ijin Usaha
Persyaratan perijinan merupakan suatu hal yang harus dipenuhi oleh perusahaan untuk dapat melakukan kegiatan usaha. Hal ini berhubungan dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengusaha dalam menjalankan usahanya dan perlindungan terhadap hak-hak konsumen. Apabila perusahaan melakukan pelanggaran atas ketentuan yang berlaku maka terdapat kemungkinan sebagian atau seluruh ijin usaha perusahaan dapat dibekukan sementara, ataupun dicabut sehingga dapat menghambat dan atau mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi. Hal ini bisa saja terjadi apabila perusahaan lalai dalam hal mengelola perijinan usahanya.

e) Resiko Persaingan Usaha
Setiap usaha tidak terlepas dari persaingan bisnis dengan perusahaan lainnya yang bergerak pada bidang yang sama. Dalam hal ini setiap bidang usaha harus lebih mempertimbangkan masalah kualitas atau standar produk yang ditawarkan, ketepatan waktu supplier dan tingkat harga yang ditawarkan dipasaran.

f) Resiko Perubahan Peraturan dan Kebijakan Pemerintah
Setiap usaha berhubungan dengan konsumen dan produsen yang mensupplai kebutuhan usahanya. Dalam menjaga hubungan itu pemerintah mengatur melalui berbagai peraturan. Kegagalan perusahaan dalam mengantisipasi peraturan-peraturan baru yang ditetapkan oleh pemerintah dapat mempengaruhi pelaksanaan kegiatan produksi dan pemasarannya, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Disamping itu, perubahan peraturan atau kebijakan pemerintah yang secara langsung maupun tak langsung berkaitan bidang usaha bagi konsumen akhir dapat mempengaruhi kegiatan usaha perusahaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan perusahaan.

g) Resiko Tidak Tercapainya Target Proyeksi
Bila proyeksi produksi dan penerimaan yang dibuat tidak tercapai, maka akan berakibat kepada kemampuan perusahaan dalam memberikan return (pengembalian) kepada investor maupun kepada pemegang saham serta keterlambatan dalam melunasi kewajiban pinjamannya sesuai dengan jadwal.

2 RESIKO LINGKUNGAN USAHA
Evaluasi dan Penanganan Dampak Lingkungan
Lingkungan hidup sesungguhnya merupakan suatu sistem yang sangat kompleks dan berbagai faktor, seperti faktor fisik, kimiawi, biologis, sosial, ekonomi dan budaya. Berbagai jenis tindakan manusia terhadap lingkungan tersebut dapat melahirkan dampak Iingkungan yang kompleks pula, Terutama bidang usaha yang mempunyai hubungan timbal balik dengan lingkungan fisik (ekosistem) diantara dua atau lebih faktor-faktor lingkungan. Dengan demikian patut diperhatikan bahwa pada setiap aktifitas kegiatan pembangunan, baik berupa pemeliharaan, dan upaya menjalin keserasian hubungan timbal balik, khususnya antara manusia dengan sumber daya alam berikut lingkungan hidupnya tidak dapat diabaikan begitu saja.
Sejalan dengan itu, tentunya setiap bidang usaha perlu melakukan kegiatan fisik sewaktu melakukan kegiatan operasional. Agar tidak menyebabkan terjadi perusakan lingkungan maka kegiatan usaha hendaknya tetap diarahkan sesuai dengan peraturan yang berlaku, antara lain:

a. Kegiatan usaha yang direncanakan akan tetap disesuaikan dengan ketentuan yang sudah disetujui oleh instansi pemerintah yang terkait.

b. Dampak kelestarian hubungan ekosistem yang serasi dan seimbang antara manusia sebagai pengguna sumber daya alam dengan lingkungannya, yang menyediakan sumber daya yang memiliki serba keterbatasan, baik menurut jenisnya, kualitas dan kuantitasnya.

c. Evaluasi penanganan dampak lingkungan ini akan memberikan gambaran bagi upaya pemecahan masalah yang mungkin timbul sebagai akibat dari kegiatan proyek, yaitu melalui pemahaman secara menyeluruh terhadap hubungan antara manusia dengam alam lingkungan hidupnya.

Adapun hasil pengevaluasian terhadap penanganan dampak lingkungan adalah dimaksudkan untuk:
a) Dapat diketahui seberapa besar pengaruh dampak yang akan ditimbulkan sehubungan dengan kegiatan proyek yang akan direncanakan.
b) Mampu memberi masukan mengenai cara-cara terbaik untuk memperkecil pengaruh dampak lingkungan seandainya hal tersebut sukar atau tidak dapat dihindari.
c) Besarnya dampak lingkungan yang ditimbulkan tersebut akan dapat diperkirakan, sehingga langkah-langkah pencegahan sedini mungkin dapat dilakukan, termasuk pengendalian elemen-elemen yang mendorong proses percepatan kegiatannya.

Selanjutnya dengan cara pengendalian tersebut akan dapat dimanfaatkan hasilnya dalam perencanaan berikutnya, bahan sebagai acuan atau pedoman didalam melakukan tahapan operasional serta pada tahap pengelolaan kegiatanya, yaitu:
a) Mampu memberikan informasi kepada masyarakat sedini mungkin, baik yang bermukim disekitar wilayah kegiatan usaha, agar hal tersebut perlu dipahami secara umum.
b) Mampu mengajukan tanggapan bahwa pengajuan saran/usulan pencegahan bagi kemungkinan terjadinya dampak lingkungan yang lebih besar dari akibat kegiatan operasional usaha.
c) Kesemuanya itu kemudian dijadikan sebagai suatu cara atau isyarat pemberi tanda bahaya, yang secara tepat dan pasti dapat menentukan bobot dampak lingkungan yang paling mengancam terhadap lingkungan sekitarnya.
Dengan demikian evaluasi penanganan dampak lingkungan akan mencakup mengenai elemen analisa dampak, yang menggambarkan kemungkinan yang akan timbul akibat kegiatan usaha tersebut. Mencakup prakiraan dampak berikut alternatif penanganan, arah pedoman pemecahan masalah, berikut pencegahan dampak yang bersifat merugikan menurut tingkat intensitas kejadiannya.

Mengingat kedudukan dan kegiatan usaha, maka perlu dilakukan identifikasi lingkungan secara tersendiri sebab setiap lingkungan usaha adalah merupakan suatu lingkungan alam yang terdiri dari unsur alam dan manusia berada didalamnya. Hubungan di antara keduanya akan terjadi interaksi yang sangat kuat dan membentuk suatu sistem ekologis.
Demikian juga dengan dikembangkannya usaha di atas, berarti akan terjadi suatu perubahan/penambahan kegiatan baru yang secara langsung dan tak langsung akan turut mempengaruhi kegiatan fisik, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang ada disekitarnya.
Untuk itu perlu dilakukan penelaahan terhadap dampak negatif yang mungkin timbul karena adanya kegiatan usaha yang terjadi, baik langsung maupun tak langsung dan segi fisik, juga dampak sosial ekonomi dan budaya. Sehingga, hal tersebut tentunya perlu pembahasan masalah elemen-elemen analisa dampak lebih lanjut.