Powered By Blogger

Jumat, 07 Mei 2010

Fenomena Gayus.T dan kaitannya dengan soft skills

PENGERTIAN SOFT SKILLS DAN KAITAN ERATNYA DENGAN FENOMENA GAYUS TAMBUNAN.

Soft skills adalah seperangkat kemampuan yang mempengaruhi bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain. Soft skills memuat komunikasi efektif, berpikir kreatif dan kritis, membangun tim, serta kemampuan lainnya yang terkait kapasitas kepribadian individu. Tujuan dari pelatihan soft skills adalah memberikan kesempatan kepada individu untuk untuk mempelajari perilaku baru dan meningkatkan hubungan antar pribadi dengan orang lain. Soft skills memiliki banyak manfaat, misalnya pengembangan karir serta etika profesional. Dari sisi organisasional, soft skills memberikan dampak terhadap kualitas manajemen secara total, efektivitas institusional dan sinergi inovasi. Esensi soft skills adalah kesempatan. Lulusan memerlukan soft skills untuk membuka dan memanfaatkan kesempatan.
Sukses di dalam sebuah pekerjaan tidak hanya bergantung kepada rasio dan logika individu tetapi juga kapasitas kemanusiannya. Kemampuan yang dimiliki manusia dapat diibaratkan sebagai Gunung Es (Ice Berg). Yang nampak di luar permukaan air ialah kemampuan Hard Skill/ Technical Skill, sedangkan kemampuan yang berada di bawah permukaan air dan memiliki porsi yang paling besar ialah kemampuan Soft Skill. Soft skill merupakan kemampuan yang tidak tampak dan seringkali berhubungan dengan emosi manusia.
Banyak ditemukan hasil penelitian yang menunjukkan kesuksesan individu dalam bekerja dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian individu. Penelitian kemudian mengarah pada pertanyaan karakteristik kepribadian seperti apakah yang mendukung kesuksesan dalam bekerja. Dari banyak teori kepribadian, teori kepribadian lima faktor (five factors personality) banyak dipakai untuk meninjau kesuksesan dalam bekerja. Lima faktor kepribadian tersebut merupakan gambaran mengenai karakteristik khas individu yang unik dan relatif stabil. Lima faktor tersebut antara lain :
1. Ketahanan Pribadi (conscientiousness). Ketahanan pribadi ini ditunjukkan dengan karakter gigih, sistematis, pantang menyerah, motivasi tinggi dan tahan terhadap beban pekerjaan.
2. Ekstraversi (extraversion). Tipe kepribadian ini ditandai dengan keterampilan membina hubungan dan komunikasi yang efektif, pandai bergaul, bekerja sama, aktif, mengutamakan kerjasama, atraktif dan asertif (terbuka).
3. Keramahan (agreableness). Tipe ini ditandai dengan sikap ramah, rendah hati, tidak mau menunjukkan kelebihannya, mudah simpati, hangat, dapat dipercaya dan sopan.
4. Emosi Stabil (emotion stability). Tipe ini ditandai dengan sikap yang tenang, tidak mudah cemas dan tertekan, mudah menerima, tidak mudah marah dan percaya diri.
5. Keterbukan terhadap pengalaman (openess). Individu dengan tipe ini memiliki daya pikir yang imajinatif, menyukai tantangan, anti kemapanan, kreatif, kritis dan memiliki rasa ingin tahu yang besar.
Soft skills memiliki banyak variasi yang di dalamnya termuat elemen-elemen. Berikut ini akan dijelaskan beberapa jenis soft skills yang terkait dengan kesuksesan dalam dunia kerja berdasarkan dari hasil-hasil penelitian.
1.Kecerdasan Emosi. Melalui penelitian yang intensif Goleman (1998) menemukan bahwa kesuksesan seseorang tidak hanya didukung oleh seberapa smart seseorang dalam menerapkan pengetahuan dan mendemonstrasikan keterampilannya, akan tetapi seberapa besar seseorang mampu mengelola dirinya dan interaksi dengan orang lain. Keterampilan tersebut dinamakan dengan kecerdasan emosi. Terminologi kecerdasan Emosi diperkenalkan pertama kali oleh Salovey dan Mayer untuk menyatakan kualitas-kualitas seseorang, seperti kemampuan memahami perasaan orang lain, empati, dan pengaturan emosi untuk meningkatkan kualitas hidup (Gibbs, 1995). Kecerdasan emosi juga meliputi sejumlah keterampilan yang berhubungan dengan keakuratan penilaian tentang emosi diri sendiri dan orang lain; dan kemampuan mengelola perasaan untuk memotivasi, merencanakan, dan meraih tujuan hidup.
2. Gaya Hidup Sehat. Marchand dkk (2005) menemukan bahwa uang jutaan dolar terbuang oleh institusi dan masyarakat karena faktor minimnya produktivitas, pelayanan kesehatan, kecelakaan kerja dan pegawai yang absen dalam bekerja. Pendukung utama dari sekian indikator tersebut adalah gaya hidup individu yang tidak sehat. University of Central Florida memasukkan tema gaya hidup sehat ini sebagai target pengembangan soft skills bagi mahasiswa mereka. Topik yang diangkat dalam pengembangannya memuat nutrisi, manajemen stres, pengelolaan waktu, cultural diversity, dan penyalahgunaan obat terlarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya hidup yang sehat mempengaruhi tingginya ketahanan, fleksibiltas dan konsep diri yang sehat yang mempengaruhi tingginya partisipasi dalam komunitas.
3. Komunikasi Efektif. Cangelosi dan Petersen (1998) menemukan bahwa banyak kegagalan siswa di sekolah, masyarakat dan tempat kerja diakibatkan rendahnya keterampilan dalam berkomunikasi. Selain keterampilan komunikasi berperan secara langsung, peranan tidak langsung juga ditemukan. Secara tidak langsung keterampilan komunikasi mempengaruhi tingkat kepercayaan diri dan dukungan sosial yang kemudian dilanjutkan pengaruhnya ke kesuksesan. Soft skills memuat banyak jenis dan variasi. Institusi perlu menetapkan terlebih dahulu jenis soft skills yang dikembangkan. Eksplorasi hasil penelitian dan masukan dari alumni atau pakar dapat dipakai sebagai pertimbangan untuk memilih soft skills mana yang akan ditingkatkan.
Dari penjelasan diatas, hal ini dilakukan untuk memenuhi tuntutan pengguna lulusan yang menuntut bahwa mahasiswa harus mempunyai :
1.interpersonal skills;
2.team spirit;
3.social grace;
4.business etiquette;
5.negotiation skills;
6.behaviour traits such as attitude, motivation and time to approach either a training organisation or a training consultant.

“BUDAYA INSTAN”
Seluk-beluk korupsi yang dilakukan Gayus terkait dengan “budaya instan” yang melanda sebagian pegawai negeri sipil serta pegawai di instansi pemerintah lain yang ingin cepat kaya. Lantaran kemiskinan yang mereka derita selama ini,tidak sedikit generasi muda pegawai negeri sipil yang terjangkit penyakit “ingin cepat kaya” dengan cara apa pun. Jika itu mereka lakukan melalui cara-cara halal seperti berbisnis atau melipatgandakan uang melalui reksa dana, hal itu merupakan suatu yang wajar walau tidak mungkin dalam 10 tahun seorang pegawai negeri bisa memiliki kekayaan Rp28 miliar.
Alih-alih mereka berusaha meningkatkan kualitas diri dan mengikuti jalur tingkatan jabatan melalui pendidikan dan pengalaman kerja, pegawai negeri sipil semacam Gayus justru melihat kesempatan emas menjadi kaya karena posisinya yang strategis di Direktorat Keberatan dan Banding Ditjen Pajak.
Yang terungkap pada kasus Gayus mungkin hanyalah puncak gunung es. Masih banyak lagi “Gayus- Gayus lain” yang mungkin korupsinya lebih besar atau lebih kecil.Tak aneh bila kasus ini menjadi guyonan pula di antara teman-teman dengan kalimat: “Kalau orang gak suka bergaul namanya gak gaul. Kalau orang yang sudah lama kerja tapi gak kaya-kaya, namanya gak Gayus!” Alangkah baiknya jika persoalan korupsi di Ditjen Pajak ini bukan melulu dilihat dari kacamata remunerasi akibat dari reformasi birokrasi di pemerintahan, melainkan juga dari sisi psikologi orang yang bekerja di direktorat tersebut. Selain persoalan “budaya instan” tersebut, ada pula budaya “solider” dalam artian yang negatif.
Maksudnya, mereka melakukan itu karena rasa solidaritas sesama pegawai yang kemudian dibagi-bagi kepada sesamanya atau di direktorat lain yang “kering” atau mereka takut dikucilkan oleh teman temannya karena dianggap tidak solider dan “sok suci”. Negeri ini memang lucu, orang yang suci dan ingin berbuat kebajikan untuk negara kadang justru diasingkan oleh lingkungannya. Saya yakin tidak sedikit dari mereka yang bekerja di Ditjen Pajak adalah orang - orang yang jujur. Namun nasib mereka justru tidak sebaik orang seperti Gayus, baik dari segi ekonomi, posisi jabatan maupun wilayah kerja. Gayus yang sudah tertangkap basah karena diduga melakukan korupsi dapat saja menjadi pahlawan dalam artian positif. Ia dapat saja membuka segala ketidakberesan yang terjadi di lingkungan tempatnya bekerja demi membersihkan bekas institusinya. Memang dia akan dianggap tidak solider oleh kawan atau atasannya.
Namun hanya dengan itu dia akan mendapatkan keringanan hukuman jika di dalam pengadilan baru nantinya ia terbukti bersalah melakukan korupsi. Meski namanya sempat tercemar, bagi Gayus jika ia insyaf dan ingin menjalani kehidupan baru dengan batin yang tenang, berlaku pemeo “lebih terhormat menjadi mantan koruptor yang sadar akan kesalahannya dan berubah menjadi orang yang baik ketimbang menjadi mantan orang baik-baik yang terjerumus menjadi koruptor”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar